Postingan

Al-Qur’an yang Teralienasi

Gambar
  Oleh Hamdan eSA (Dosen Ilmu Komunikasi Unasman)   Ali sedang membersihkan rak bukunya ketika tangannya menyentuh sesuatu yang berdebu. Ia menariknya pelan—ternyata sebuah mushaf Al-Qur’an. Ia meniup debu di sampulnya, lalu tersenyum kecut. "Sudah lama sekali", gumamnya.   Dulu, saat kecil, ia rajin mengaji bersama kakeknya. Setiap malam, mereka membaca Al-Qur’an bersama. Kakeknya selalu berpesan, "Jangan biarkan Al-Qur’an hanya jadi pajangan. Baca, pahami, amalkan". Tapi setelah kakeknya wafat, kebiasaan itu ikut menghilang.   Ali membuka halaman pertama, melihat pesan itu tampak berupa catatan kecil di pinggir kertas—tulisan tangan kakeknya sendiri. Ia terdiam sejenak, lalu tiba-tiba ponselnya bergetar di meja. Notifikasi muncul: "Jangan lupa baca Al-Qur’an hari ini"!   Ia melirik layar, lalu menghela napas. Sejak dulu, ia sudah mengunduh aplikasi Al-Qur’an digital di ponselnya. Tapi sejujurnya, ia lebih sering mengabaikan notifikasi itu dibandingkan m...

Manipulasi Moral dalam Beragama

Gambar
Oleh Hamdan eSA (Dosen Ilmu Komunikasi Unasman)   Di sebuah desa kecil, hidup seorang lelaki bernama Pak Hisam. Ia dikenal sebagai sosok yang paling rajin beribadah. Azan belum berkumandang, ia sudah di masjid. Ia selalu berada di barisan depan saat shalat berjamaah, rajin bersedekah, dan sering memberikan ceramah agama di masjid. Ia pun sering menasihati orang-orang di kampungnya, terutama para anak muda yang ia anggap mulai "longgar" dalam beragama.   Suatu hari, Amir datang dengan wajah ragu-ragu.   "Pak, saya ingin bertanya. Apakah berdosa jika saya tidak bisa puasa penuh karena sakit"?   Pak Hisam menatapnya sejenak, lalu menghela napas. Dengan suara berat, ia berkata, "Nak, bukankah kita diajarkan untuk menahan diri? Orang yang beriman pasti bisa melawan godaan lapar dan haus, kecuali kalau sakitnya benar-benar parah. Tapi kalau hanya lemas sedikit, ya, harus tetap berusaha. Kamu mau jadi Muslim yang kuat atau lemah?"   Amir terdiam. Ia tahu bahwa...

Kitabun Marqum dan Artificial Intelligence

Gambar
Oleh Hamdan eSA (Dosen Ilmu Komunikasi Unasman) Suatu hari, seorang ilmuwan data bernama Dr. Faris sedang mengembangkan sistem kecerdasan buatan (AI) yang mampu mencatat semua aktivitas manusia secara otomatis. Ia percaya bahwa teknologi dapat membantu menciptakan sistem keadilan yang sempurna. "Bayangkan", kata Faris kepada sahabatnya, Andank, seorang pemuda yang mendalami ilmu agama. "Jika kita bisa membuat AI yang mencatat setiap perkataan, tindakan, bahkan niat seseorang, maka kita bisa menghindari ketidakadilan. Tidak ada lagi penjahat yang lolos, dan tidak ada orang baik yang terzalimi"! Andank tersenyum dan bertanya, "jadi kamu ingin membuat Kitabun Marqum versi digital"? Faris terdiam. "Kitabun Marqum"? "Ya", jawab Andank. "Dalam Islam, segala amal manusia dicatat dengan sempurna, tanpa celah, tanpa manipulasi. Malaikat mencatat setiap kebaikan dan keburukan, dan semuanya tersimpan dalam kitab yang tak bisa diubah". F...

Ramadhan dan Kesenjangan Digital

Gambar
  Oleh Hamdan eSA (Dosen Ilmu Komunikasi Unasman) Di sebuah desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota, hiduplah seorang kakek bernama Pak Salim. Ia menjalani Ramadhan dengan cara yang ia kenal sejak kecil—bangun sahur mendengar suara beduk masjid, menunggu adzan maghrib di serambi rumah, dan mengaji dengan mushaf tua yang lembar-lembar halamannya mulai menguning. Suatu hari cucunya, Rafi, datang dari kota untuk menghabiskan Ramadhan bersama. Rafi membawa smartphone canggih dan penuh semangat memperlihatkan berbagai aplikasi yang dapat digunakan untuk aktivitas Ramadhan. "Kakek, sekarang sahur tidak perlu nunggu beduk. Ada alarm otomatis di aplikasi ini! Dan jadwal imsak juga bisa dicek langsung”! Katanya. Pak Salim tersenyum, lalu bertanya, "Lalu bagaimana cara mengetahui kapan hilal muncul”? "Oh, itu juga bisa dicek di media sosial. Ada siaran langsung pengamatan hilal. Bahkan ada aplikasi hilal"! Rafi menjawab dengan bangga. Pak Salim mengangguk pelan. "Lalu, kal...

Ramadhan, Kerja, dan Makna Hidup

Gambar
  Oleh Hamdan eSA (Dosen Ilmu Komunikasi Unasman)   Di sebuah ruangan kantor yang dingin, seorang pegawai masih menatap layar komputernya, menyelesaikan laporan sebelum tenggat waktu. Jarum jam menunjukkan pukul 17.30, dan di luar jendela, langit senja mulai berpendar jingga. Beberapa rekan kerjanya sudah berkemas, bersiap untuk pulang dan berbuka bersama keluarga. Namun, ia masih harus menunda perjalanan pulang.   "Lembur lagi?" tanya seorang rekan yang sedang mengenakan jaket.   Pegawai itu hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Ia tahu, jika pulang sekarang, ia akan dihantui perasaan bersalah karena pekerjaannya belum selesai. Jika tetap tinggal, ia harus rela berbuka sendirian dengan air putih dan roti di laci mejanya.   Bulan puasa harusnya lebih tenang, pikirnya. Tapi kenyataannya, beban kerja justru makin bertambah. Ia mulai bertanya dalam hati, "Apakah hidup ini hanya tentang mengejar target dan angka-angka? Apakah pekerjaan yang aku lakukan setiap ha...

Puasa, Mekanisme Pengawasan, dan CCTV Pak Bagus

Gambar
Oleh Hamdan eSA (Dosen Ilmu Komunikasi Unasman)   Suatu hari, seorang pemilik toko roti bernama Pak Bagus merasa penjualannya menurun. Ia mendengar keluhan dari pelanggan bahwa beberapa karyawannya kurang disiplin saat bekerja—ada yang datang terlambat, ada yang tidak menjaga kebersihan, bahkan ada yang memberikan roti secara cuma-cuma kepada teman-temannya. Merasa perlu bertindak, Pak Bagus memutuskan untuk memasang kamera pengawas (CCTV) di dalam toko. Begitu kamera itu dipasang, semua karyawan menjadi sangat rajin. Mereka datang tepat waktu, bekerja dengan penuh semangat, dan tidak lagi membiarkan teman-teman mereka mengambil roti gratis. Progress penjualan pun positif. Namun, setelah beberapa minggu, Pak Bagus menyadari sesuatu yang aneh. Ketika ia memeriksa rekaman CCTV, ternyata kameranya tidak pernah dinyalakan. Ia lupa menghubungkannya dengan sistem pemantauan!   Ketika ia memberi tahu para karyawannya tentang hal itu, mereka semua tertawa malu. Mereka mengira mereka d...

Jubah Makan Roti

Gambar
  Oleh Hamdan eSA (Dosen Ilmu Komunikasi Unasman) Suatu hari, Nasruddin Hoja diundang ke sebuah jamuan makan oleh seorang pria kaya di desanya. Namun, seperti biasa, Hoja datang dengan pakaian sederhana yang terkesan lusuh setelah bekerja di ladang. Ketika ia tiba di pintu, para pelayan memandangnya dengan jijik dan mengusirnya. Mereka memandang bahwa Hoja hanyalah seorang pengemis yang mencoba masuk tanpa diundang. Merasa dipermalukan, Hoja pulang ke rumahnya dan mengenakan jubah terindah yang ia miliki—dengan bordiran emas dan kain yang halus. Kali ini, ketika ia kembali ke jamuan makan, para pelayan menyambutnya dengan hormat dan segera membawanya ke meja utama. Saat makanan dihidangkan, Hoja melakukan sesuatu yang aneh: ia mengambil sepotong roti dan mulai mengoleskan makanan ke lengan bajunya, lalu berkata, "Silakan makan, wahai jubahku, silakan makan"! Para tamu dan tuan rumah menatapnya dengan heran. Salah satu dari mereka bertanya, "Hoja, apa yang kau lakukan...