Halaman

Kamis, 14 Desember 2023

Rektor Unasman Menerima Anugrah Diktiristek 2023

 

Penerimaan Anugrah Diktiristek 2023

andankji.com -- Polman ~ Jelang akhir tahun 2023, bakal ditutup dengan Indah oleh Universitas Al Asyariah Mandar. Kampus yang berada di Polewali Mandar Sulawesi Barat ini mencatatkan prestasi membanggakan dalam Anugerah Diktiristek Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi 2023.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan Malam Anugerah Diktiristek pada hari Rabu (13/12/2023) bertempat di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel Jl. Sultan Iskandar Muda, Jakarta. Anugerah tersebut mencakup Anugerah Kerjasama, Humas, Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Sumber Daya, Kelembagaan, Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat, serta Jurnalis dan Media.

Dalam anugerah tertinggi tersebut, Kampus dengan slogan “Mengabdi Untuk Semua” di bawah Pimpinan Rektor Dr Chuduriah Sahabuddin mendapatkan penghargaan sebagai pemenang ke tiga untuk kategori Bidang Penguatan Pariwisata dengan sub kategori penguatan pariwisata, dimana pemenang pertama dari kaegori tersebut diraih Institut Teknologi Telkom Purwokerto dan Pemenang Kedua Institut Seni Indonesia Surakarta.

Penghargaan yang diterima langsung oleh Rektor Unasman Chuduriah Sahabuddin mengungkapkan melalui via WAGs: “ini tidak akan ada artinya tanpa dukungan penuh dari ketua Yayasan Annangguru KH. Syibli Sahabuddin yang senantiasa mensupport kami, membimbing kami, untuk pengembangan perguruan tinggi. Dan ini juga tidak terlepas dari kekompakan tim Matching Fund yang ada di Unasman, juga dukungan dari Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kab. Polewali Mandar”.

Lanjut Chuduriah Sahabuddin; “prestasi membanggakan ini tidak hanya menegaskan mutu dan keunggulan kampus Unasman di Sulawesi Barat, tetapi juga membuktikan kualitas Unasman yang mampu bersaing di kancah Nasional dengan perguruan tinggi lainnya baik itu dari perguruan negeri di Indonesia”.

Ketua Yayasan KH Syibli Sahabuddin turut mengapresiasi akan capaian Rektor Unasman Bersama Tim, “Ini merupakan bentuk apresiasi dari Dikti terutama dalam hal pengabdian kepada Masyarakat. Saya harap ke depannya kita dapat meningkatkan kinerja agar bisa mendapatkan berbagai anugerah penghargaan, tidak hanya di kategori penguatan pariwisata saja, melainkan juga kategori lainnya seperti penelitian, pengabdian, publikasi, jurnalistik, media, dan lain sebagainya. Tentu saja hal ini tidak akan terjadi apabila tidak dilakukan bersama-sama. Oleh karena itu, sinergitas serta potensi yang ada di Unasman itu harus terus tumbuh,Tegasnya”.

Anugerah Diktiristek sendiri merupakan apresiasi kepada pemangku kepentingan pendidikan tinggi, riset, dan teknologi dalam mendukung transformasi pembelajaran di Indonesia. Penghargaan atau awards dibagi dalam beberapa kategori, di antaranya perguruan tinggi negeri dan swasta, lembaga layanan pendidikan tinggi, mitra dari kementerian atau lembaga, dunia industri, serta jurnalis dan media.

Sumber. Abid_HumasUnasman

Minggu, 10 September 2023

PRODI ILMU KOMUNIKASI FISIP UNASMAN DAN SMAN 1 CAMPALAGIAN MEMBANGUN KERJA SAMA

Foto: Penandatanganan Nota Kerja sama


Polman - andankji.com. Bertempat di Gedung Laboratorium SMA Negeri 1 Campalagian, pukul 14.50, Kaprodi Ilmu Komunikasi Fisip Unasman dan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Campalagian, menandatangani nota kerjasama.

Kedua pihak berharap kerjasama ini dapat memberi kontribusi positif baik terhadap pelaksanaan tri darma perguruan tinggi khususnya dalam bidang ilmu komunikasi maupun pelaksanaan kegiatan pendidikan di Smanca.

Usai penanda tanganan kerjasama, langsung dilanjutkan dengan pembukaan kegiatan Workshop Jurnalistik yang dilaksanakan oleh unit kegiatan jurnalistik siswa Smanca. Kegiatan Workshop Jurnalistik dibuka oleh Kepsek dan rencananya akan berlangsung selama dua hari, 9-10 September 2023.

Foto: Penyerahan Nota Kerjasama Prodi Ilmu Komunikasi Fisip Unasman 
dan SMA Negeri 1 Campalagian

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Campalagian, Drs. Hasanuddin B, dalam sambutannya mengatakan bahwa di era sekarang sangat penting untuk membina anak-anak agar memiliki kemampuan dasar jurnalistik. Mereka harus memiliki kemampuan menulis dan kemampuan berbicara atau public speaking.

Kepsek juga mengatakan bahwa sejak lama ia menginginkan ada unit kegiatan siswa atau sekolah yang fokus dalam kegiatan jurnalistik. Dan saat ini, keinginan tersebut tercapai berkat upaya guru pembina dan para siswa.

"Pada dasarnya kegiatan jurnalistik sudah berjalan. Beberapa akun khususnya YouTube telah berjalan, dan memberikan informasi-informasi kegiatan yang dilaksanakan di sekolah. Namun masih perlu pembinaan lebih lanjut", kata Kepsek Smanca.

Bertindak sebagai pemateri adalah bapak Dr. Hamdan, M.Ag, Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Fisip Unasman. Kegiatan workshop ini sekaligus sebagai implementasi dari kerjasama yang baru saja disepakati oleh kedua pihak.


Kamis, 17 Agustus 2023

Election dan Imajinasi "Orang Baik"

Oleh:  Hamdan eSA



Ada sebuah ungkapan amat menarik dari seorang saintis paling beken seantero dunia, Albert Einstein, yang menurut saya ungkapan ini merupakan salah satu ungkapan terindah; “Imagination is more important than knowledge. Knowledge is limited. Imagination encircles the world”; imajinasi lebih penting dari pengetahuan. Pengetahuan  itu terbatas. Sedang imajinasi melingkupi dunia.

Bukankah temuan-temuan para ilmuan jenius selalu di awali oleh imaginasi? Orville Wright dan Wilbur Wright lebih awal berimajinasi tentang sebuah benda yang dapat terbang dalam jangka waktu tertentu. Lalu, dengan sejumlah eksperimen mereka menyusun teori dan membangun pengetahuan. Maka terciptalah pesawat terbang. Demikian pula dengan saintis lainnya semisal; Rudolf Diesel, Blaise Pascal, Einstein, dan lain-lain.

Bukankah karya-karya seni dunia yang tercatat dalam sejarah peradaban manusia, tercipta melalui kekuatan imajinasi? Sebutlah; Monalisa, karya lukis Leonardo Davinci; Hamlet, karya drama William Shakespear; dan lain sebagainya. Tiada satu pun karya seni yang tidak berawal dari imajinasi.

Yasraf dalam mengutip Gilbert Ryle, menjelaskan terma imajinasi --berasal dari kata image-- adalah mekanisme psikologis manusia dalam melihat, melukiskan, membayangkan, atau memvisualkan sesuatu di dalam struktur kesadaran, yang menghasilkan sebuah citra (image) pada pikiran.

Imajinasi dengan demikian merupakan struktur mental menyangkut bagaimana seseorang membuat lukisan atau potret dunia (world picture) yang di dalamnya terkandung konsepsi, representasi, dan makna dunia melalui sudut pandang, perasaan, logika, dan keyakinan tertentu.

Lukisan atau potret sesuatu di dalam mental itu sesungguhnya adalah bayang-bayang. Karena itu, imajinasi juga merupakan bayang-bayang. Yang dibayangkan bisa bersifat internal yakni; diri sendiri sebagai individu, kelompok, umat, bangsa, dan lain-lain. Bayangan internal diri ini disebut self imagination.

Bisa pula yang dibayangkan itu bersifat eksternal, yakni segala yang berada di luar; diri lain, orang lain, kelompok lain, masyarakat lain, agama lain, makhluk lain, atau realitas “yang lain”. Bayangan eksternal ini disebut other imaginations.

Persoalannya, sehebat apapun imajinasi (citra, bayangan) yang terbangun, ia tetap berada dalam dunia mental individu, ia tak terjangkau oleh kemampuan kolektif panca indera khalayak (public).

Sebab itulah setiap individu senantiasa memproduksi tanda (sign) yang mencitrakan dirinya sendiri (self image), dan ditambatkan pada tubuh, gaya, prilaku, media, dan lain sebagainya. Sign dapat berupa icon, index, atau symbol, agar khalayak dapat memiliki deskripsi tentang self image sang individu.

Singkatnya, self image diproduksi oleh individu atau kelompok untuk merepresentasikan dirinya sendiri melalui sign dan ditangkap oleh panca idera khalayak. Lalu dengan segera khalayak melahirkan others imaginations-nya masing-masing tentang individu tadi.

Pada proses inilah permainan imajinasi dapat dimulai, imajinasi dapat dikonstruksi sedemikian hebat. Di sinilah imajinasi tentang “orang baik”, “yang terbaik”, “paling layak”, dan lain-lain yang serupa dapat diciptakan untuk merebut hati khalayak.

Lalu bagaimana jika imajinasi masuk ke dalam konteks pemilihan pemimpin (election)? Tradisi pemilihan pemimpin di Indonesia masih meniscayakan satu kriteria ideal, yakni; “orang baik”. Karakter baik inilah yang menjadi penilaian ideal keterpilihan (electability) seseorang calon. Dengan asumsi bahwa sebuah bangsa atau daerah dapat hidup dengan baik jika dipimpin oleh orang baik pula. Kualitas orang baik ini tentunya mencakup seluruh aspek moral, intelektual dan agama.

Namun dalam sistem demokrasi berbicara beda. Yang menjadi syarat utama adalah “terpilih secara mayoritas”, bukan moral, intelektual, dan agama. Artinya, suara mayoritas jauh lebih penting dari kualitas “orang baik” (moral, inteleksi, dan agama). Karenanya dalam posisi itu, “orang baik” hanya cocok menjadi sekedar instrumen pembantu pencapaian suara mayoritas, sejajar dengan alat-alat lainnya semisal parpol dan uang. Alat-alat inilah yang menjadi arena seksi bagi permainan imajinasi.

Hasil Jejak Pendapat Kompas yang dirilis 15 Januari 2018 baru lalu menyebutkan bahwa terpilihnya calon Kepala Daerah disebabkan empat hal yakni: memiliki kejujuran, gaya kepemimpinan yang kuat, religi yang sama, dan merakyat. Sepanjang kriteria “orang baik” masih menjadi alasan populer dan favorit bagi khalayak dalam memilih figur pemimpin, selama itu pula imajinasi “orang baik” menjadi relevan serta urgen. Dan karenanya, imajinasi "orang baik" menjadi alat bermain yang mengasikkan.

Imajinasi “orang baik” perlu didesain dan di(re)konstruksi sedemikian rupa untuk merebut hati khalayak. Maka tidak heran jika setiap kali menjelang hajatan pemilihan pemimpin, bak jamur di musim hujan, bermunculan sejumlah figur “orang baik”. Kompetisi orang baik tak dapat terelakkan. Lalu, permainan naik ke level imajinasi “orang terbaik”.

Games imajinasi atau permaianan bayang-bayang “orang terbaik” yang bertujuan membentuk citra serba baik, hanya bisa terhujam penuh ke lubuk terdalam khalayak jika didukung oleh beragam proses “simulasi tanda”. Jean Paul Baudrillard, seorang filosof Prancis, dalam bukunya “Simulacres et Simulation”, mendeskripsikan tiga tahapan pokok yang saling berjalin dalam dunia simulakrum tersebut.

Pertama; simulakra menunjuk pada reproduksi (duplikasi) oleh sang subjek. Dalam tahapan ini, antara realitas yang sesungguhnya dengan duplikasinya masih dapat dibedakan satu sama lain. Khalayak masih dapat membedakan antara; iklan tentang orang terbaik dengan orang baik sungguhan.

Kedua; simulasi yang berarti aktivitas, pekerjaan atau tingkah tiruan. Tahapan ini, realitas referensi terengkuh takluk oleh replikasi, keduanya melebur menghilangkan batasan hingga tak dapat dibedakan, yang palsu menjadi betul-betul asli. Khalayak tak dapat membedakan mana aktivtas, pekerjaan, atau tingkah tiruan dengan mana sungguhan.

Ketiga; hiperrealitas yakni suatu kondisi dimana realitas simulasi tumbuh menjadi realitas baru. Realitas referensi dan realitas replika atau palsu yang telah menyatu itu, kemudian hilang dan mewujud sebagai realitas baru. Realitas yang melampaui realitas, realitas berlapis yang lapisannya tanpa batas-batas. Khalayak dengan penuh kesadaran nurani menemukan realitas baru.

Meski imajinasi lebih penting dari pengetahuan, tetapi bermain imajinasi dalam hajatan pemilihan pemimpin bangsa atau pemimpin daerah rasa-rasanya adalah permainan beresiko tinggi (high risk). Para pengelola permainan imajinasi, memainkan sejumlah bayang misalnya; manusia setengah dewa, figur kualitas terbaik, bangsa maju, masyarakat sejahtera, merakyat, egaliter, dan sebagainya. Khalayak lalu menjadi bagian aktif dalam permainan imajinasi itu karena terperangkap dalam jebak pesona imajiner, fantasi bayang-banyang, dan kilau citra figur terbaik.

Kini terserah kita masing-masing; mungkinkah Pemilu atau Pilkada yang rutin kita laksanakan hanya akan terus tumbuh menjadi arena permainan pesona bayang imajinasi yang mengantar kita berfantasi tentang “orang terbaik”, atau menjadi momen suci untuk menentukan masa depan yang baik? Wallahu A’lam.

 

Pernah dimuat di Harian Radar Sulbar, 26 Februari 2018

 

Selasa, 11 Juli 2023

Unasman dan Dispop Polewali Mandar Dorong Peningkatan Ekonomi Desa

Foto: Humas Unasman

andankji.com - Polman ~ Rektor Univ Asy ariah Mandar DR. Hj.Chuduriah Sahabuddin, M.Si. bersama Plt. Kadis Pemuda Olahraga dan Pariwisata Polman DR. Aco Musaddad HM, M.Ag, M.Si., menghadiri kegiatan pendampingan pembuatan kerajinan tangan yang diikuti oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) melalui Program Matching Fund Rumah Kreatif yang ditempatkan di Desa Papandangan Kecamatan Anreapi.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut ketua LP2M Unasman Basri, S.Kom, M.T, Kabid Promosi Wisata Sidrayani, SS., MM., Instruktur Eko dan mahasiswa Unasman.

Kegiatan ini dilaksanakan sebagai keberlanjutan pendampingan potensi desa Pappandangan, berupa handy craft dalam bentuk pembuatan cenderamata. Rotan yang melimpah di desa Pappandangan didesain sebagai cenderamata berbasis kearifan lokal seperti kipas, parcel, tempat pencil, dan wadah serbaguna dengan bahan dasar rotan.

Pendampingan pembuatan cinderamata merupakan ide kolaborasi oleh Dinas Pemuda, Olahraga Polewali Mandar, dosen tim pelaksana dan dibantu oleh mahasiswa. Pendampingan bertujuan sebagai bentuk Penguatan SDM Pokdarwis yang akan berdampak pada peningkatan Ekonomi desa.    

Foto: Humas Unasman

Abdul Malik, selaku Dosen pelaksana mengungkapkan metode yang dilakukan dalam kegiatan ini berupa aktivitas pembuatan cinderamata dilaksanakan dengan sistem Training of Trainer yaitu melibatkan pelatih dalam melatih pelatih baru yang belum berpengalaman dengan suatu ketarampilan baru.  Sehingga pokdarwis kedepannya akan menjadi pelatih ahli untuk masyarakat desa Pappandangan

Terpisah, Rektor Unasman Dr. Chuduriah Sahabuddin, dalam arahannya mengatakan kegiatan ini merupakan bagian dari tindak lanjut Program Unasman Membangun Desa yang lebih menekankan pada penguatan SDM Desa Pappandangam melalui Program Matching Fund 2023.

“Kami berharap kegiatan pendampingan ini betul-betul bisa berkelanjutan dan dikembangkan, sehingga hasil kerajinan Pokdarwis bisa diekspor ke luar negeri, tegasnya.

Kegiatan TOT berlangsung seharian penuh, bersama kelompok sadar wisata dengan penuh keakraban.

Sumber: Humas Unasman

Kamis, 08 Juni 2023

Mahasiswa Tanpa Buku? Diskusi Perdana Kelompok Studi Mahasiswa Polman

Suasana diskusi Kelompok Studi Mahasiswa Polman

Polewali-andankji.com -- Kelompok Studi Mahasiswa Polman melakukan kegiatan pertamanya di Kampus Unasman. Kegiatan diskusi dan sharing session dengan tema "Mahasiswa Tanpa Buku?". Kegiatan berlangsung baik dan penuh spirit pada Rabu sore 6 Maret 2023 di Pelataran Masjid Unasman.

Ide pembentukan kelompok studi ini, berangkat dari sebuah keresahan melihat kondisi objektif kehidupan bermahasiswa di Polewali Mandar. Aktivitas mahasiswa uumnya hanya sebatas administratif saja dan hilangnya tradisi intelektual yang mestinya menjadi ciri dasar mahasiswa.

Salah satu pengagas Kelompok Studi ini mengatakan bahwa kebanyakan mahasiswa kini enggan untuk bersentuhan dengan buku. Maka kami mahasiswa dari berbagai kampus di Polman berinisiatif membentuk Kelompok Studi Mahasiswa Polman.

"Kegiatan ini buat atas dasar kekhawatiran sekelompok mahasiswa yang melihat kondisi mahasiswa hari ini khususnya di Polewali Mandar. Kondisi mahasiswa yang semakin memprihatinkan terutama dalam aspek keintelektualan. Mahasiswa tidak lagi menjadikan buku sebagai kepentingan utama dalam hal membangun kualitas mahasiswa. Mahasiswa hari ini justru menerjunkan diri dalam kegiatan rebahanisme", Ucap salah satu penggagas.

Dalam pertemuan pertama telah di selenggarakan diskusi sebagai kegiatan pembuka, dengan pengantar narasi oleh Pak Hamdan, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Unasman.

Hamdan menyampaikan bahwa di jaman sekarang, cukup berat untuk membangun kesadaran mahasiswa tentang buku sebagai “senjata” dan identitas utamanya. Harus dimulai dari diri sendiri para anggota kelompok, serta memiliki komitmen dan kesabaran yang tinggi. 

"Misi mulia seperti ini merupakan jalan sulit, dan jalan sulit itu selalu sepi. Olehnya itu anda harus siap dan sabar, karena akan selalu berjalan pada ruang-ruang sepi", kata Hamdan.

Kajur Komunikasi ini juga mengatakan; “target pertama kelompok ini harus dimulai dari yang lebih dasar yakni menciptakan mahasiswa melek pada buku atau bacaan, nanti secara perlahan akan naik ke level cinta buku. Ada adagium yang menyatakan; cinta tak harus memiliki. Ini juga berlaku pada buku, bahwa cinta buku tidak harus memilikinya. Ada banyak wadah untuk membaca, seperti perpustakaan dan berbagai sumber bacaan digital.”.

Senja di pelataran Masjid Unasman, Hamdan juga memberi tantangan bagi anggota kelompok studi untuk membuat "Kado Tahun Baru 2024", berupa sebuah buku kumpulan tulisan dari para mahasiswa Polman.

 


Rabu, 03 Mei 2023

PANOPTICON, RUANG DAN MALU

Oleh: Hamdan eSA

Skema Penjara Panopticon Jeremy Bentham
Gambar: wondriumdaily.com

Pada akhir abad delapan belas (1791), seorang filosof dan sosiolog inggris, Jeremy Bentham menggagas dan mengembangkan sebuah skema penjara yang efektif. Skema ini disebutnya “panopticon”. Konon panopticon dikaitkan dengan sosok gigant dalam mitologi Yunani yakni Argus Panoptin, raksasa yang menjadi hamba Dewa Hera. Argus memiliki seratus mata, dan dengan itu ia memiliki kemampuan pengamatan serta pengawasan sangat akurat. Dalam keadaan tidur pulas pun sebagian matanya masih dapat terbelalak dan bekerja normal. Dari kemampuannya inilah, nama Argus ditambahkan kata Panoptin; “pan” berarti everything, dan “optin” berarti optic, hal-hal yang terkait dengan mata.

Penjara panopticon memungkinkan system penjagaan tunggal dapat melakukan pengamatan serta pengawasan terhadap seluruh narapidana. Tetapi di pihak lain, seluruh narapidana tidak dapat mengetahui serta memastikan apakah mereka sedang dalam pengamatan dan pengawasan dari sang penjaga atau tidak. Dengan kenyataan ketidak-tahuan itu, psyche para narapidana tanpa sadar dipaksa untuk menyadari bahwa mereka sedang diawasi setiap saat. Secara efektif mereka terpaksa mengendalikan sikap dan prilakunya sendiri terus-menerus sepanjang waktu.

Bentham menggambarkan panopticon sebagai “model baru untuk memperoleh kekuasaan pikiran atas pikiran”. Bahwa menguasai manusia cukup dengan cara mengendalikan dan menggiring pikirannya. Pada kesempatan lain Bentham menggambarkan penjara panopticon sebagai “pabrik penggilingan untuk menggiling penyamun yang jujur”.

Salah satu yang menarik dari konsepsi Bentham adalah efek psikologis yang ditimbulkannya, yakni; merasa diawasi setiap saat dan selanjutnya memaksa orang untuk mengontrol sikap dan prilakunya sendiri, sesuai yang dikehendaki oleh pengendali kuasa, sehingga menciptakan efek disiplin dan stabilitas di berbagai aspek. 

Efek inilah yang selanjutnya coba dikembangkan oleh Michel Foucault tahun 1975 dalam sebuah karyanya; Dicipline and Punishment. Foucault mengembangkannya dari ruang penjara ke ruang publik semisal ruang perkotaan guna menerapkan bentuk-bentuk pendisiplinan dalam masyarakat yang ditujukan buat kepentingan tertentu.

Melihat efeknya, konsepsi panopticon ini sesungguhnya pernah sukses diterapkan selama 32 tahun oleh rezim orde baru. Stabilitas nasional dapat tumbuh di Indonesia dalam konstruk sosiol politik yang sangat panopticonisme. Karena takut dan merasa terawasi oleh kekuasaan, setiap orang pada masa itu harus mampu mengontrol tutur dan lakunya yang bisa saja tiba-tiba ditafsir oleh penguasa sebagai tindak subversive, sebagai bagian dari upaya untuk menjatuhkan kekuasaan sah, dan sebagainya. Setiap orang harus mampu berlaku jujur atau setidaknya dapat dinilai jujur di hadapan kekuasaan yang memiliki kemampuan awas dan pantau melebihi jangkau pandang seribu mata sang gigant, Argus Panoptin.

Sayangnya sikap jujur dan self control tersebut lahir dari rasa takut, lahir dari pengawasan yang mengintimidasi. Tidak lahir dari sebuah kesadaran murni. Tidak tumbuh dari akar kuat yang menghujam ke kedalaman jiwa masyarakatnya. Sehingga era reformasi yang tumbuh setelah menumbangkannya, lebih nampak sebagai era euphoria dan hysteria para penghuni penjara yang menselebrasikan kebebasan di atas puing reruntuhan tembok panopticon.

Salah satu karakter panopticon yakni mata-mata, dapat ditemukan di sekitar kehidupan anda. Biasanya disekitar anda ada yang menjadikan dirinya sebagai alat pengawas dari kekuasaan. Dan semua hasil temuannya dilaporkan kepada boss sebagai pusat pengendali. Karena itu, sesekali di sekitar anda kadang muncul karakter "tukang lapor". Selain itu, karakter panopticon juga tergambar pada sikap "kepo" (Knowing Every Particular Object)segara urusan ingin ditahu dan menjadikan hal tersebut sebagai bagian dari urusannya.

Kini evolusi informasi dan komunikasi dengan mudah mengambil alih konsepsi panopticon. Pada kota-kota besar di setiap ruang yang dilalui, secara tidak sadar kita sedang berada dalam pengamatan intensif dari CCTV, GPS, microchip, alat sadap, dan lain-lain. Nyaris tak ada ruang yang tak mungkin terjangkau alat pengintip ini, yang dikendalikan dari sebuah sentral pengawasan dan kerap tidak diketahui publik. Senang atau tidak, di hadapan peralatan-peralatan inovatif ini (digital panopticon) ruang dan waktu beserta segala jenis isinya, semua berstatus sama; “mencurigakan”.

Inovasi-inovasi teknologi panopticon kontemporer sesungguhnya hadir sebagai konsekwensi logis dari perkembangan kota yang berlari dua kali lebih cepat melebihi perubahan-perubahan paradigma serta konsep-konsep perencanaan pengelolaan ruang dan waktu. 

Kota telah berubah menjadi tatanan ruang dan waktu yang berwajah paradox; wajahnya mengesankan daya pesona serta daya pukau yang luar biasa memikat dan inilah yang membuat banyak orang dapat betah bertahan hidup di dalamnya. Namun di saat yang sama juga mengesankan teror dan ketakutan besar atas segala bentuk tindak kejahatan dan kekerasan yang setiap saat mengintai.

Iwan Fals menyebut kota sebagai "belantara liar dari yang terliar, belantara akal yang kuat berakar menjurai di depan mata dan siap menjerat leher kita". Kathleen M. Adams, seorang professor antropologi di Loyola University Chicago menyebut kota sebagai Urban Jungle terutama bagi kota-kota yang berkategori global city

Dapatkah teknologi panopticon membantu kita mengatasi berbagai bentuk teror semisal begal atau geng motor?

Konsepsi “malu” yang sayangnya kini nyaris punah, agaknya menjadi sangat penting dalam menata ruang-ruang sosiologis. Sebab di dalam malu itulah biasanya terkandung kesadaran ilahi, ada kehadiran “Sang Maha Mengawasi” yang kekuatan dan kuasanya melebihi konsepsi panopticon atau kemampuan sang gigant Argus Panoptin. 

Samata, 02 Oktober 2015

Telah terbit di koran.tempo.co, Jumat 16 Oktober 2015

Rabu, 22 Maret 2023

Unasman dan STIEB-IMM Teken MoU bersama TVRI Sulbar


Pose bersama pasca penandatanganan MoU (Foto: Hamdan)

Polman-andankji.com -- Universitas Al Asyariah Mandar (Unasman) dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi & Bisnis Insan Madani Mandar (STIEB-IMM), menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan TVRI Sulawesi Barat.

Kegiatan penandatanganan ini berlangsung hikmat di Gedung Mahkamah Konstitusi Kampus Unasman, Madatte, Senin 20 Maret 2023.

Penandatanganan dilakukan langsung oleh Rektor Unasman Dr. Chuduriah Sahabuddin, M.Si., Kabag Akademik dan Kemahasiswaan STIEB-IMM Sri Irmayanti, dan Kepala Stasiun TVRI Sulbar Ir. Fuad, M.M.

Kegiatan ini dihadiri dan disaksikan oleh Wakil Rektor, para Dekan dan Ketua Prodi sejajaran Unasman, Pejabat Struktural STIEB-IMM, Ketua Tim Perencanaan & Pengendalian Konten Media Baru TVRI Sulawesi Bara, serta Ketua Tim Perencanaan & Pengendalian Pengembangan Usaha TVRI Sulawesi Barat.

Dalam sambutannya, Kepala Stasiun TVRI Sulbar menawarkan beberapa kegiatan atau program yang potensial dilakukan untuk mewujudkan kerjasama yang telah disepakati. Selain itu juga, TVRI dapat dan bersiap berbagi pengalaman khususnya dalam bidang penyiaran (broadcasting).

Sementara itu, Rektor Unasman, Chuduriah Sahabuddin, mengatakan bahwa kolaborasi ini sangat penting bagi para pihak, untuk saling bersinergi membangun Sulbar. Unasman sejak lama ingin berkolaborasi dengan TVRI Sulbar, dan sangat disyukuri saat ini dapat terwujud. Mengingat di Unasman terdapat beberapa Prodi yang terkait dengan TVRI khususnya Prodi Ilmu Komunikasi, Prodi Teknik Komputer dan Prodi Sistem Informatika. Namun demikian Prodi lain juga dapat secara kreatif merancang kerjasama.

"Kami berharap MoU hari ini dapat terimplementasikan dalam berbagai bentuk kerjasama dan teraplikasi dalam sejumlah program. Terutama beberapa bidang dalam Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM)", sambung Rektor.

Semua pihak, baik Unasman, STIEB-IMM dan TVRI, berharap semoga bulan Ramadhan yang sesaat lagi sampai, dapat menjadi awal untuk mewujudkan MoU. *H&*

Rabu, 01 Maret 2023

Paltering dan Pemuja Kebaikan

Oleh: Hamdan
(Dosen Universitas Al Asyariah Mandar)             

 

Saya ingin memulai tulisan ini dengan menyatakan bahwa; kebaikan, kebenaran, atau kejujuran adalah alat yang paling jitu untuk melakukan penipuan atau kebohongan.

Sebagai contoh kecil, suatu ketika saya ke pasar ikan tradisional (dan mungkin juga anda pernah ke tempat serupa), tidak jarang penjual menawarkan ikannya dengan pernyataan-pernyataan yang menarik. Misalnya; ikan segar“masih barusaya tambahkan satu ekor, dan lain-lain. Pernyataan-pernyataan itu benar dan jujur (baik) adanya. Namun ia tidak menyatakan bahwa ia telah meletakkan sesuatu di bawah tikar dudukan ikan agar ikan terkesan banyak menumpuk.

Atau dalam contoh yang agak besar sedikit, seorang calon legislatif melakukan pertemuan dengan sekelompok warga. Pertemuan berlangsung tidak kurang dari satu jam. Dalam pertemuan itu, ia berbicara banyak tentang hal-hal ideal bagi pemukiman warga, tentang kekurangan yang harus segera dibenahi, dan apa semestinya yang akan dilakukan dalam beberapa kurun waktu ke depan. Seluruh yang ia nyatakan benar dan memberikan kesan bahwa ia adalah figur yang baik. Tetapi yang sesungguhnya ia tidak sedang fokus dengan semua yang ia nyatakan itu. Kepentingannya hanya satu, yakni merebut banyak suara.

Dalam contoh kasus di atas (dan banyak contoh serupa), nampak terlihat bahwa pernyataan yang sungguh benar dan baik, dapat menjadi alat untuk mengalihkan perhatian orang dari satu tindakan yang sesungguhnya, yakni penipuan. 

Seseorang dapat mengucap sepuluh pernyataan atau melakukan sesering mungkin tindakan yang nampak baik dan benar, untuk meloloskan satu kebohongan atau penipuan yang dia inginkan. Inilah suatu tindakan menggunakan pernyataan jujur untuk menyesatkan orang lain. Tindakan-tindakan seperti ini disebut dengan “paltering”.

Melissa Hogenboom, seorang penulis fitur (feature) di BBC menuliskan paltering sebagai; seni licik berbohong dengan menggunakan pernyataan yang benar. Hogenboom dengan mengemukakan sejumlah hasil penelitian, menuliskan bahwa tindakan paltering sering terjadi dalam proses negosiasi seperti dalam dunia bisnis atau politik.

Penelitian Todd Rogers dan rekan-rekannya, melihat seberapa sering politisi menghindari pertanyaan selama debat, karena mereka menyadari sesuatu yang lain akan terjadi pada dirinya dari pertanyaan tersebut. Dengan menyatakan fakta lain secara jujur, mereka bisa keluar dari menjawab pertanyaan yang sebelumnya ditujukan padanya. Mereka bahkan bisa menyiratkan sesuatu itu benar padahal sebenarnya tidak.

Politisi melakukan ini sepanjang waktu, kata Rogers, seorang ilmuwan perilaku di Harvard Kennedy School. Karena itu, dia dan rekan-rekannya mulai memahami lebih banyak tentang hal itu. Dia menemukan bahwa paltering adalah taktik negosiasi yang sangat umum. Lebih setengah dari 184 eksekutif bisnis di ruang kerjanya mengaku menggunakan taktik tersebut.

Penelitian ini juga menemukan bahwa orang yang melakukan paltering percaya bahwa itu lebih etis daripada berbohong secara langsung. Mereka ingin mencapai kepentingan sesaat untuk tujuan pribadi atau kelompok, tetapi mereka juga ingin agar orang lain melihat mereka sebagai orang yang etis dan jujur.

Satu jajak pendapat tahun 2016 menemukan bahwa publik Inggris kurang mempercayai politisi dibanding agen real estat, bankir, dan jurnalis. Psikolog Robert Feldman, penulis The Liar in Your Life, melihat hal ini mengkhawatirkan baik secara pribadi maupun makro. Ketika kita dibohongi oleh orang-orang yang berkuasa, itu akan merusak kepercayaan kita pada institusi politik.

Cara kerja kognisi manusia nampaknya memang berwatak dasar mudah percaya pada hal-hal yang dipandang baik, benar, atau jujur. Sedangkan watak dasar dari kebohongan atau penipuan adalah harus diawali dengan apa yang dapat dipandang baik, benar, atau jujur. Pada titik inillah keduanya saling berjalin kelindan.

Karena itu, seseorang atau sekelompok masyarakat yang sangat memuja-muja kebaikan (memperlakukan kebaikan orang secara berlebihan), secara permanen telah percaya bahwa kebaikan adalah hal mulia dan hanya dapat dilakukan oleh orang berhati mulia. Mereka percaya bahwa kebaikan hanya bisa dilakukan oleh orang baik, tidak mungkin oleh orang jahat. Kebaikan hanya milik orang baik. Keyakinan yang mengakar ini menjadi pintu masuk bagi para penipu dengan memanfaatkan kebaikan sebagai pengecoh.

Barthes dalam kerangka semiotiknya menyebut level kesadaran yang mengakar ini sebagai mitos. Pemaknaan atau interpretasi “baik” atas suatu perbuatan baik, diyakini dengan kuat, mengakar dan tumbuh memenuhi ruang jiwa. Membuat tak ada lagi ruang dan waktu tersisa di dalamnya untuk interupsi atau kritik. Sehingga pemaknaan tersebut berubah menjadi keyakinan mendalam (mitos atau ideologi) yang tak tergoyahkan.

Kondisi kesadaran inilah yang mudah dipermainkan oleh suguhan-suguhan kebaikan tanpa henti. Orang dengan kondisi jiwa seperti ini akan mudah dikitari oleh pelaku paltering dan menjadi korban sepanjang waktu, kecuali bila paradigma berpikirnya tentang kebaikan dapat berubah.

Tidak heran, pada akhirnya kita biasa mendengar ucapan; “sungguh, saya tidak menyangka”, “ah… tidak mungkin”, “teganya kau”, dan sebagainya. Jika kata-kata ini telah keluar dari sasaran atau korban, itu pertanda akal sehatnya telah kembali normal.

Pelaku paltering dalam kehidupan sederhana kita sehari-hari dapat ditemukan pada orang yang hobi “berkecamuk” (bekerja keras cari muka) terhadap korban atau sasarannya. Sasarannya itu mungkin adalah atasannya, lawan politiknya, kompetitornya, bawahannya, temannya, konsumen atau pelanggannya, istrinya, suaminya, dan lain sebagainya. Sangat mungkin ia begitu dekat dengan anda. Pelaku paltering “membombardir” korbannya dengan berbagai bentuk kebaikan berupa; kata-kata bijak, pujian, prilaku, atau tindakan-tindakan baik.

Contoh ringan adalah dalam hal telpon menelpon. Tidak sedikit orang saat berkomunikasi lewat telepon melakukan paltering. Menyatakan hal-hal baik dan menyenangkan untuk menutupi kebohongan. Mengaku on the way, lagi meeting di kantor, lagi kena macet, lagi kerja, lagi istirahat, lagi belajar, lagi mengajar, dan sebagainya. Lawan bicara menjadi percaya, atau setidaknya ragu untuk tidak percaya. Atau setidaknya, lawan bicara tidak merasa teraniaya karena tipuan.

Sebagai akhir tulisan, saya ingin menceritakan kisah nyata tentang korban prilaku paltering yang dialami seorang sahabat Rasulullah.

Abdullah bin Ummi Maktum ra. adalah seorang buta yang memiliki keimanan tinggi. Ia memang tidak bisa melihat apapun, termasuk jalan berbatu yang harus dilaluinya untuk shalat di masjid. Tapi telinganya tetap mendengar kumandang azan sebagai seruan untuk mendirikan shalat berjamaah 5 waktu di masjid.

Karenanya, agar tidak terlambat tiba di masjid, atas ijin dan hikmah Allah SWT, sebelum azan berkumandang, beliau selalu berusaha lebih awal berangkat ke masjid, meskipun harus dengan meraba-rabakan tangan dan tongkatnya, dan kadang jatuh bangun. Tidak terkecuali saat shalat di subuh yang gulita. Hingga pada suatu subuh, beliau tersandung lalu tersungkur dan dari kaki serta wajahnya mengalir darah segar.

Tanpa sedikit pun keluhan, ia langsung berdiri dan hanya mengusap lukanya untuk membersihkan darah. Selanjutnya, beliau tetap bersemangat melanjutkan perjalanan menuju masjid.

Beberapa saat setelah berjalan dengan sedikit tertatih-tatih karena lukanya, tiba-tiba datang seorang laki-laki dengan ramah memegang tangannya dan terus menuntun jalannya sampai ke masjid. Lelaki murah hati tersebut ternyata juga berkenan mengantar Abdullah bin Ummi Maktum ra pulang ke rumah. Tidak hanya sampai disitu,

Lelaki asing baik hati tersebut mengantar Abdullah bin Ummi Maktum ra pulang-pergi ke masjid setiap hari, bahkan setiap kali seruan shalat berkumandang dari masjid. Tentu saja Abdullah bin Ummi Maktum ra merasa penasaran.

"Wahai fulan, bolehkah aku mengetahui nama dan asal-usulmu, agar aku bisa mendoakan dirimu kehadirat Allah SWT?" Tanya  Abdullah bin Ummi Maktum ra kepada sosok lelaki asing baik hati tersebut.

"Kau tidak perlu mengetahui siapa nama dan dn dari mana asal-usulku, serta tak perlu pula mendoakanku, karena sesungguhnya aku adalah iblis". Jawab si lelaki asing baik hati tersebut.

"Bagaimana mungkin, kaulah orang yang selalu mengantarku setiap hari pulang pergi ke masjid, sedangkan pekerjaanmu mengganggu dan menghalangi orang yang beribadah kepada Allah?" Jawab Abdullah bin Ummi Maktum ra yang terkejut mendengar jawaban si lelaki baik hati itu.

"Ingatkah, saat kau tersandung batu tajam dan akhirnya terjatuh, sehingga kaki dan wajahmu terluka parah mengeluarkan darah segar? Saat itu, teman-temanku mencuri dengar berita di langit, ketika para malaikat saling berbagi kabar dan berkata bahwa Allah SWT telah mengampuni setengah dosamu karena jatuh dan lukamu saat itu".

"Karenanya, aku khawatir jika engkau tersandung dan terjatuh lagi saat berjalan tertatih menuju masjid, apalagi sampai terluka parah lagi, maka setengah sisa dosamu juga akan mendapat ampunan dari Allah SWT. Itu yang tidak aku inginkan! Maka sejak itu, aku terpaksa mengantarmu, menuntunmu pulang-pergi ke masjid". Jawab si lelaki baik hati yang ternyata seorang iblis.

Manding, 5 Februari 2023.

Senin, 13 Februari 2023

TUBUH, TEKS, SEKS

 Oleh: Hamdan

 

sumber gambar; visualparadox.com

Tiga bulan terakhir (sejak tulisan ini dibuat, Juni 2016), negeri kita menampilkan wajah muram campur geram setelah secara berturut-turut melalui berbagai media, terkabar sejumlah peristiwa pemerkosaan dibarengi pembunuhan sadis terhadap korban. Yuyun dan Enho cukup menjadi sampel.

Dalam tahun 2015 sebagaimana dirilis Deutsche Welle, kekerasan seksual menurut catatan Komnas Perempuan telah mencapai 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani. Pelakunya beragam, dari ABG hingga KBT (Kakek Bau Tanah). Lalu publik mendidih, mendesakkan hukuman terberat terhadap para pelaku. Ada yang mendesakkan hukuman mati, kebiri, dengan maksud memberi efek jerah.

Bukankah kita telah cukup memiliki sejumlah perangkat regulasi dan institusi yang concern dalam bidang ini? Namun kenyataannya, tindak kekerasan seksual semakin menjadi-jadi. Ide-ide yang mendesakkan “hukuman” menakut-nakuti tidak akan menyelesaikan masalah. Hanya menebang cabangnya, tetapi pohon dan akarnya terus kokoh.

Agama bahkan telah menyiapkan perangkat hukuman yang akan menghadang pelaku pasca kematiannya kelak, yakni neraka. Begitu dahsyatnya neraka, seseorang lebih memilih mati kembali dari pada hidup dalam neraka. Di sanalah sakit, siksa dan derita sungguh-sungguh bersinambung dan awet. Laa yamuutu wa laa yahyaa; tidak hidup tapi juga tidak mati. Alam neraka yang super seram ini pun tidak ditakuti lagi oleh manusia, tidak memberikan fungsi jerah.

Tubuh bukan sekedar onggok daging biologis di mana akal, syahwat dan nyawa berumah di dalamnya. Lebih dari itu, tubuh adalah teks yang dapat dibaca oleh setiap orang dan dapat diinterpretasi dengan caranya masing-masing. Tubuh adalah instrument komunikasi sosial. Seperti apa bacaan seseorang terhadap tubuh, tergantung seperti apa pula “wajah” tubuh dihadirkan di hadapan pembacanya dan—ini yang lebih penting— tergantung apa yang mendominasi semesta pandang sang pembaca.

Terhadap pembaca yang didominasi oleh daya rasional, data-data tentang tubuh yang tertangkap panca indera langsung terserap dan terolah di ruang akal sehat, ruang kesadaran kritis. Terhadap pembaca yang didominasi oleh daya-daya fantasi, data tentang tubuh juga akan diserap dan diolah di ruang fantasi. Hasil bacaannya dapat dipastikan berbeda.

Tubuh bukan sekedar rumah bagi jiwa, tapi juga bagi syahwat yang didesain berpasangan (pairs) secara terpisah tapi saling mencari. Sebagaimana akal dan imajinasi, syahwat berserta fantasinya tidak berjenis kelamin. Tubuhlah yang berjenis kelamin berpasangan; kebudayaan menyebutnya masing-masing sebagai laki-laki dan perempuan.

Akal dan syahwat akan melakukan penyesuaian dirinya sendiri pada tubuh yang dihuninya. Akal membangun kesadaran kritis; menerima dengan alasan atau menolak dengan alasan interpretasi atas tubuh. Syahwat sifatnya menuntut keterpenuhan tanpa henti atas fantasi yang lahir dari bacaan terhadap tubuh. Syahwat terbang bersama fantasi menyerang dan mendominasi kesadaran kritis yang lemah dan membangun kesadaran fantasi.

Persoalan seks sesungguhnya adalah persoalan fantasi. Semakin intens dan jauh fantasi mengembara ke mana-mana, semakin kuat ia memberi pengaruh dominan pada syahwat. Semakin ia digelorakan, semikin pula ia menyingkirkan fungsi akal sehat, suara hati, apalagi rasa takut.

Demikianlah kata Dani Cavallaro dalam Critical and Cultural Theory; Thematic Variations, tubuh menjadi dua system representasi saling jalin-menjalin dan tumpang tindih. Tubuh di satu saat menjadi objek yang direpresentasikan diberbagai ruang dan di saat yang sama tubuh adalah sebuah organisme yang dikelola untuk merepresentasikan berbagai makna dan hasrat.

Lihatlah di sekitar kita, ada banyak tubuh berjalan bagaikan bab-bab kitab yang menyajikan narasi pembangkit fantasi. Tubuh fisik, tubuh citra, tubuh digital, tubuh kapital, tubuh gaya, tubuh komoditi, seluruhnya bermuara ke tubuh seksual. Kita sedang jelang era transisi dimana hasrat bebas lebih penting dari akal sehat. Di sinilah benih pencurian kelamin itu dapat tumbuh.

Kita hanya menghabiskan waktu dan tenaga menuntut hukuman mati atas tindak kekerasan seksual, tetapi akar masalahnya ada pada tubuh kita sendiri. Bisa jadi setiap tubuh kita turut berkontribusi terhadap penciptaan gelora fantasi dan kanal-kanal syahwat. Ramadhan adalah moment memenangkan kembali akal kritis (sadar) untuk membaca ulang tubuh kita.

Samata, 05 Juni 2016